Kyai Haji Wahab Hasbullah atau akrab disapa “Kiai Wahab” merupakan nama yang sangat familiar di kalangan Nahdliyin dan bukan nama yang asing di telinga sebagian besar rakyat Indonesia. Beliau merupakan pejuang kemerdekaan sekaligus salah satu ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah dan merupakan salah satu tokoh penting yang berperan dalam pendirian jam’iyah islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama. Selama perjalanan hidupnya, Kiai Wahab gencar mendakwahkan ajaran islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, mendirikan berbagai Lembaga Pendidikan, serta menghasilkan pemikiran-pemikiran cemerlang dalam membangun dakwah dan Pendidikan islam di Indonesia. Salah satu pemikiran beliau tentang Ahlussunnah wal Jama’ah dituangkan dalam “Rencana Persoalan–Mubahasah: Ahlussunnah Wal Jama’ah” yang diselenggarakan oleh Akademi Pendidik Ilmu dan Agama Islam Nahdlatul Ulama Malang yang diadakan pada tanggal 9 s/d 12 April 1961. Saat itu beliau menjabat sebagai Ketua Syuriah PBNU. Dalam acara Mubahasah Ilmiah tersebut Kiai Wahab menuangkan pemikiran dan menitikberatkan beberapa poin penting terkait dengan pengertian dan ciri khas pemahaman Ahlussunnah Wal Jama’ah. Pernyataan beliau secara lengkap sebagai berikut:
URAIAN DARI KETUA P.B.N.U B.G. SYURIYAH
(Kyai Haji WAHAB HASBULLAH)
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan nama Allah Pengasih lagi penyayang, segala puji bagi Allah, Sholawat dan salam ditujukan kepada Rasulullah Sayyidina Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, mereka yang sesudahnya, dan terhadap para pengikut dan pengikut dipengikuti Nabi dengan mendoakan kebaikan terhadap orang-orang yang taqwa kepada-Nya. Tidak ada permusuhan selain terhadap orang-orang yang dholim.
Selanjutnya, sebelum saya menuliskan tentang batas-batas aliran “Ahlissunnah wal Jama’ah” dan mengenai orang yang meletakkan nama sedemikian ini terhadap mereka serta yang mula-mulanya nama ini tersebar luas, maka terlebih dahulu akan saya jelaskan artinya susul dengan pengertian hadist-hadist yang shahih dan akan saya tunjukkan berbagai ayat-ayat Al-Qur’an; lalu saya ambilkan/panjatkan para ulama-ulama dalam nama Allah berfirman:
Yang artinya, hanyalah para ulama yang takut kepada Allah diantara semua hamba-hambanya. Selanjutnya akan kami akhiri dengan menunjukkan hukumnya, bid’ahnya, tidak bersifat keagamaan.
Saya mulai,
- Sebagai ringkasan dari kata-kata/pendapat ulama-ulama “Ahlussunnah wal Jama’ah: yaitu pengikut madzhab empat di dalam kitab-kitab mereka yang bermutu yang antara lain yaitu kitab-kitab fiqih, yang bersandar kepada madzhab empat, ialah bahwa semua kata-kata madzhab, sabil, sirath, dan thariq adalah suatu hal yang nyata bila dihubungkan secara begitu saja dengan semata-mata yang besifat kebendaan dan merupakan hisasan terhadap sesuatu yang bersifat pengertian, yaitu suatu hal atau sesuatu benda yang dapat menghubungkan kepada apa yang dimaksudkan. Kata-kata madzhab, sabil, shirath,dan Tharieq mempunyai suatu arti. Kalau mengenai kata, maka kalimat-kalimat sesudah kalimat pertama adalah penjelasan kembali/ulangan terhadap kalimat pertama.
- Allah Ta’ala berfirman; barangsiapa yang menentang rasul sesudah ditunjukkan sesuatu petunjuk kepadanya, dan lalu dia mengikuti orang-orang yang bukan mukmin, maka kan kami kabulkan dimana ia berada dan kami masukkan ke neraka jahannam, dan buruklah nasibnya.
- Hadits pertama, hadits yang ke 28 di dalam “Al-Arbai’in An Nawawiyah“
Dari Abul Jaih al-urbaddl bin Syariyah R.A: Rasulullah menasihati kami, “Aku berwasiat hendaknya kamu taqwa kepada Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung, dan hendaknya kamu diperdengarkan dengan penuh pengertian serta patuh meskipun kau diperintah oleh seorang hamba. Sesungguhnya siapa saja yang hidup diantara kamu tentu akan menyaksikan banyak perselisihan. Maka hendaklah kamu berpegang kepada sunnahku dan sunnah di Khulafaur Rasyidin yang telah mendapat hidayah Illahi. Peganglah erat-erat sebagaimana kamu gigit dengan geraham. Jauhilah hal-hal yang baru diciptakan sebab yang sedemikian itu adalah bid’ah. dan semua bid’ah adalah sesat”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzy. Ia mengatakan bahwa itu hadits haram.
Ahlussunnah wal Jama’ah menafsiri seperti yang terdapat dalam kitab “Al-Madjalis’us-Bunnijah” yang dikarang oleh Fasyany di dalam uraianya terhadap kitab “Al-Arbain-Nawawiyah” mengenai sabda Rasul ( ) yang artinya; dijalan saya yang lurus dimana saya berada, baik mengenai hukum-hukum yang bersangkutan dengan kepercayaan maupun perbuatan, yang wajib maupun yang sunnah.
Mereka juga menafsirkan sebagaimana tertera dalam “Al-Majalis’us-Sunniyah” mengenai khulafaur rasyidin yaitu sunnahnya Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan Al-Hasan R.A. Mereka menafsirkan dalam kitab tersebut
Nabi SAW ( ) dalam dua segi :
- Menurut arti bahasanya apa yang tercipta tanpa didahului oleh sesuatu yang serupa.
- Menurut arti syara’ apa yang diwajibkan bertentangan dengan perintah syara’ dan dalilnya yang khas ataupun yang umum.
Dalam kitab itu mereka mengatakan maksud dari pada sunnah – ialah jalan yang dilalui oleh rasulullah, para sahabat-sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka di dalam aqiedznya, perbuatanya, dan perkataanya.
- Hadits kedua : ini diambil dari kitab “Sunnah Ibnu Madjah” Ia berkata: aku diberi tahu oleh Abu Khalf Al-A’man, katanya: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Ummatku tak akan bersekutu dalam kesesatan. Bila kami melihat adanya perselisihan faham, maka hendaknya kami ikuti golongan yang terbesar”. Di dalam kitab “Al-Imamal was Siyasah” yang dikarang Imam Abu Bakar Al-Hanqany Al Baghdady, disitu disebutkan pada akhir hadits ini: “Menurut yang sebenarnya dan orang yang berada dalam kebenaran”.
- Hadits ketiga puluh tiga di dalam kitab “Al-Arbain An-Nawawiyah” ; Dari Abu Salamah Al-Hasyari Justrum bin Nasyir R.A Rosulullah SAW bersabda : “Allah telah meletakkan kewajiban-kewajiban diatasmu, maka janganlah engkau lengahkan dan tetap memberikan beberapa masalah dengan tidak membiarkan hukumnya. Sebagai rahmat untukmu, maka janganlah engkau mencarinya”. Hadits Hasan, diriwayatkan oleh ad-Daru Anthony dan lainya.
- Balasan dari aliran Ahlussunnah Wal Jamaah. Dari apa yang disebutkan oleh Ulama-ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah di dalam berbagai kitab mereka yang antara lain terdapat dua kitab yang sudah kita sebutkan tadi, mereka yang berada pada rumah Rosulullah SAW dan sunnahnya, para sahabat R.A serta orang yang megikuti mereka didalam masalah kepercayaan dan perbuatan yang wajib.
- Adapun orang yang menciptakan kata-kata Ahlussunnah Wal Jama’ah semacam ini, maka sampai sekarang belum saya jumpai hanya saja mulai tersebarnya kata-kata ini, umumnya ditunjukkan kepada orang yang bertindak menurut sunnah rasul SAW dan sahabat-sahabatnya. Juga mereka yang berada sejak akhir abad ketiga Hijrah, yaitu abad zaman Achmad bin Hambal, sampai sekarang dan sampai hari kiamat, insyaallah.
Dari uraian tersebut dapatlah diketahui bahwa orang-orang dari keempa madzhab inilah yang disebut “Ahlussunnah wal Jamaah” dan bahwa merekalah golongan orang yang terbesar dari masa kemasa selebih sepuluh abad menurut kenyataanya. Maka wajiblah bagi siapa saja yang pernah menentangnya kembali kepadanya.
- Dengan bersandarkan kepada apa yang disebut tadi, maka diketahuilah kata pertama-tama di ke-empat madzhab “Bahwa bid’ah yang tidak bersangkutan dengan agama, menurut dzatnya dapat dibagi atas 5 (lima) hukum. Maka segala apa yang menjadi kelengkapan dari sesuatu yang wajib menurut syara’ adalah:
- Wajib, umpamanya belajar nahwu, shorof, dan lain-lain.
- Haram, bila menimbulkan hal yang bertentangan dengan ahlussunnah wal jamaa’ah seperti apa yang dilakukan oleh ahli bid’ah yang tercela.
- Sunnah, apabila ia menjadi kesempurnaan di hal yang sunnah dan yang wajib, umpamanya: mengadakan hubungan, mendirikan sekolahan, dan
- Makruh, seperti menghiasi masjid dan menghiasi mushaf (Qur’an)
- Mubah, umpamanya : mengajar dan berbuat segala hal yang baru, baik perkataan, perbuatan, harta-benda maupun badaniyah, asal saja di dalam hadits, Qur’an dua jama’ atau qiyas tidak disebutkan bahwa hal tersebut dilarang atau diperintah mengerjakanya.
Inilah madzhab daripada seorang yang membutuhkan rahmat ilahi, Abdul Wahab Hasbullah, dengan menuruti dan mengikuti Djama’ah, baik yang berupa kepercayaan, perbuatan, maupun perkataan. Semasa ia hidup sampai mati.
“Ya Tuhan Seru Sekalian Alam; Jadikanlah kami termasuk golongan mereka didunia dan diakhirat”
Wassalam war. Wab.
Demikianlah pemikiran Kiai Wahab tentang pengertian dan ciri Ahlussunnah wal Jama’ah yang dituangkan dalam Mubahasah Ilmiah dalam Seminar Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diadakan oleh Akademi Pendidik Ilmu dan Agama Islam Nahdlatul Ulama di Malang Tahun 1961 yang beliau rincikan dengan penempatan dasar-dasar dalil yang menguatkan kebenaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan tersebut di dunia dan di akhirat. Aamiin.
Sumber: “Pemikiran Kyai Haji Wahab Hasbullah tentang Ahlusunnah wal Jamaah Dalam Seminar Ahlussunah wal Jamaah yang diadakan oleh Akademi Pendidik Ilmu dan Agama Islam NU bersama Pesantren Luhur di Malang Tahun 1961” dalam dokumen “Hasil Seminar Rencana Persoalan-Mubahasah “Ahlussunnah wal Jama’ah” yang Diselenggarakan oleh Akademi Pendidik Ilmu & Agama Islam Nahdlatul Ulama dan Pesantren Luhur Malang“. Malang (9-12 April 1961). Hal: 36-38.