Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling sempurna. Karena selain fisik yang proporsional dan bagus, manusia juga dibekali dengan akal dan hati nurani untuk berpikir juga dilengkapi dengan hawa nafsu. Berbeda dengan malaikat yang hanya memiliki akal namun tidak memiliki hawa nafsu, dan hewan yang hanya memiliki nafsu tanpa memiliki akal. Sebenarnya apa pengertian dari akal dan hawa nafsu?.
Akal merupakan kata yang diambil dari bahasa arab al-‘aql. Kata al-‘aql adalah maṣdar dari kata ‘aqala – ya’qilu – ‘aqlan yang maknanya adalah “fahima wa tadabbara” yang artinya “dia paham (tahu, mengerti) dan memikirkan (menimbang)”. Sementara hawa nafsu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya” (Asbabut Takhallaush minal hawa, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, hal. 3).
Memiliki keistimewaan dibandingkan dengan malaikat dan hewan, seharunsya manusia dapat menggunakan akal dan nafsu secara bijak. Diterangkan bahwa makhluk Allah yang dikaruniai akal dan nafsu adalah manusia dan jin. Maka dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:
وما خلقت الجنّ والانس الاّ ليعبدون
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”
Antara akal dan nafsu manakah yang harus diperangi? Tentu hawa nafsu yang wajib dilawan. Mengapa? Imam Abu Hamid al-Ghazali pernah mengatakan dalam kitab Ihyâ’ ‘Ûlûmiddîn:
السَّعَادَةُ كُلُّهَا فِي أَنْ يَمْلِكَ الرَّجُلُ نَفْسَهُ وَالشَّــقَــاوَةُ فِي أَنْ تَمْـلِـكَـــهُ نَفْـسُــــهُ “
“Kebahagiaan adalah ketika seseorang mampu menguasai nafsunya. Kesengsaraan adalah saat seseorang dikuiasai nafsunya.”
Sepulang dari perang badar, Nabi ﷺ bersabda, “Kalian semua pulang dari sebuah pertempuran kecil dan bakal menghadapi pertempuran yang lebih besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ, ‘Apakah pertempuran akbar itu, wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘jihadun nafsi : jihad (memerangi) hawa nafsu”
Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan mengenai pentingnya manusia untuk menggunakan akal secara bijak. Tampak pada lafadz أفلا تعقلون (Apakah kamu tidak mengerti) yang diulang sebanyak 13 kali. Kemudian lafadz لعلّكم تعقلون (agar kalian memahaminya) diulang sebanyak 8 kali. Dan lafadz لقومٍ يتفكّرون (bagi kaum yang memikirkan) yang diulang sebanyak 7 kali. Lalu bagaimana cara untuk mengekang hawa nafsu? Yaitu dengan puasa.
Pengarang Kitab Tanbihul Ghafilin (peringatan bagi orang yang lalai) Abu Laits As-Samarqandi menceritakan kisah penciptaan Akal (al-Aql) dan Nafsu. Beliau menerangkan ketika Allah Ta’ala menciptakan Akal, maka Allah berfirman yang artinya: “Wahai Akal menghadaplah engkau.” Maka Akal pun menghadap ke hadapan Allah. Kemudian Allah berfirman: “Wahai Akal berbaliklah engkau!”, lalu Akal pun berbalik menuruti perintah Allah.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman lagi: “Wahai Akal! Siapakah aku?”. Lalu Akal pun berkata, “Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang dhaif dan lemah”. Lalu Allah Ta’ala berfirman: “Wahai Akal, tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau.” Setelah itu, Allah Ta’ala menciptakan Nafsu, dan berfirman kepadanya: “Wahai Nafsu, menghadaplah kamu!”. Nafsu tidak menjawab dan sebaliknya mendiamkan diri. Kemudian Allah Ta’ala berfirman lagi: “Siapakah engkau dan siapakah Aku?”. Lalu nafsu berkata, “Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau.”
Setelah itu, Allah Ta’ala menyiksanya di dalam neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah Ta’ala berfirman: “Siapakah engkau dan siapakah Aku?”. Lalu Nafsu berkata, “Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau.” Lalu Allah Ta’ala memasukkan Nafsu ke dalam neraka Juu’ (neraka yang penuh dengan rasa lapar) selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah Ta’ala berfirman: “Siapakah engkau dan siapakah Aku?”. Akhirnya Nafsu mengakui dengan berkata, “Aku adalah hamba-Mu dan Engkau adalah Tuhanku.”
Cara kedua untuk menundukkan hawa nafsu sebagaimana tertuang dalam al-Minahus Saniyyah adalah mengurangi tidur. Rasulullah SAW bersabda:
عليكم بقيام اليل، فإنّه دأب الصالحين قبلكم، وهو قربة إلى ربّكم، ومكفرة للسيّأت،ومنهاة للاثم
“Laksanakanlah qiyamul lail (Sholat malam) karena ia merupakan kebiasaan oorang-orang saleh sebelum kalian, mendekarkan kepada Rabb kalian, menghapus dosa-dosa kalian dan menjauhkan kalian dari berbuat dosa” (HR. At-Titmidzi).
Bisa dikatakan, nafsu ibarat hewan beringas dan nakal. Untuk menjinakkannya, menjadikan hewan itu lapar dan payah merupakan pilihan strategi yang efektif. Selama proses penundukkan itu, nafsu mesti disibukkan dengan hal-hal positif agar semakin jinak dan tidak buas. Untuk menjernihkan rohani, Syekh Abu Hasan Al-Azzaz rahimahullah pernah mengingatkan tiga hal, yakni tidak makan kecuali di waktu sangat lapar, tidak tidur kecuali sangat kantuk, dan tidak berbicara kecuali bila sangat perlu.
Materi KURMA oleh: Ustadz Faiq Dzihnan (Ustadz Madratsah At-Tahdzibiyyah Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang) Edisi KURMA LTPLM