URAIAN PRASARAN H. SAIFUDDIN ZUHRI TENTANG PENYEMPURNAAN JALANNYA ORGANISASI PARTAI NAHDLATUL ‘ULAMA PADA SIDANG MUKTAMAR NU KE-22

0
493

Pada sidang Muktamar NU Ke-22 tepatnya dalam Sidang Pleno Ke-IV Tanggal 16 Desember 1959, yang kala itu Pleno dipimpin oleh Kyai HM Ilyas diadakanlah pembahasan penting mengenai dua pokok pembahasan utama yaitu mengenai Program Partai NU dan Struktur Keorganisasian Partai NU. Setelah sidang pleno diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Kyai Basory Alwi dari Jawa Timur, Kyai HM Ilyas selaku pemimpin sidang memberikan kesempatan kepada masing-masing pembahas untuk memberikan uraian prasaran. Dalam sidang ini ditunjuklah Kyai H Zainal Arifin dan H. Saifuddin Zuhri untuk masing-masing menyampaikan prasaran pembahasan. Dimana Kyai H Zainal Arifin memberikan prasaran mengenai Progam Partai NU, sementara itu H. Saifuddin Zuhri memberikan uraian prasaran mengenai Struktur Organisasi Partai NU.

Dalam artikel ini penulis memberikan Salinan Uraian Prasaran dari H. Saifuddin Zuhri yang telah disesuaikan dengan ejaan saat ini, sebagai berikut :

Prasaran Tentang

PENYEMPURNAAN JALANNYA ORGANISASI PARTAI “NAHDLATUL-‘ULAMA”

Oleh: H. Saifuddin Zuhri.

  1. PENDAHULUAN

Bidang organisasi mengambil peranan amat penting dalam kehidupan dan perJalanan sesuatu partai. Bahkan hampir merupakan nyawanya. Tanpa organisasi yang bermutu baik, sesuatu partai akan lumpuh dan akhirnya tak berdaya sama sekali sekalipun namanya masih ada. Oleh sebab itu bidang organisasi haruslah dipelihara, bukan saja, bahkan harus disempurnakan. Penyempurnaan sudah bukan tentu tidak dapat dilakukan secara sekaligus, tetapi melalui proses berangsur-angsur pengalaman dimasa lalu sambil melibatkan tingkatan yang berencana, juga kritik yang bersifat membangun baik yang datang dari lingkungan sendiri maupun datang dari kalangan di luar pagar, amatlah berfaedah.

 Dari pengertian diatas inilah prasaran ini saya susun.

  1. MEMPERTAHANKAN BENTUK PARTAI.

Lebih dari 30 tahun hingga kini dan insya’Allah untuk seterusnya NAHDLATUL-‘ULAMA berketetapan hati untuk secaara konsekuen cita-cita  MENEGAKKAN SYARI’AT ISLAM DENGAN BERHALUAN SALAH SATU DARI EMPAT MADZHAB DAN MENGUSAHAKAN BERLAKUNYA HUKUM ISLAM DALAM MASYARAKAT, untuk dijadikan tujuan Partai.

Jadi, tujuan Nahdlatul-‘Ulama adalah perkara yang amat besar, bahkan yang terbesar, Tujuan itu mencakup seluruh hajat hidup dan kehidupan Ummat Manusia, meliputi soal politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kebudayaan, pergaulan antara golongan dan bangsa, ethiek dan moral (akhlaqul-karimah), dan soal yang paling penting lagi mengenai falsafah hidup dan keimanan Kepada Allah S.W.T. (al-umuurul i’tiqodi-yah). Tegasnya, tujuan Nahdlatul-‘Ulama’ mencakup seluruh hajat ummat manusia dalam kehidupan yang sekarang (Dunia) dan kehidupan di alam yang kekal (akhirat). Oleh sebab itu tujuan itu bersifat PERJUANGAN JANGKA PANJANG.

Mencapai tujuan yang amat besar dan bersifat perjuangan yang jangka panjang memerlukan suatu alat penyalur yang mempunyai ruang dan bidang yang bermacam-macam meliputi soal i’tiqad dan peribadatan, soal kemasyarakatan dan soal politik kenegaraan. Dengan demikian, baik di dalam kehidupan kemasyarakatan maupun kehidupan politik dan kenegaraan, bidang yang diperjuangkan NAHDLATUL ULAMA haruslah hinggap dan tampak di dalam kehidupan bangsa dan Tidak dibenarkan jikalau hanya memungkinkan hinggap disalah satunya saja, misalnya hanya di dalam kehidupan masyarakat saja, atau hanya di dalam kehidupan politik dan kenegaraan saja. Ini sesuai dengan karakter politik yang menjadi asas tujuan NAHDLATUL ULAMA’ bahwa AGAMA ISLAM tidak mengenal ajaran tentang : Descheiding tussen Masjid en Staat, pemisahan antara urusan agama dan agama, karena seperti yang dikatakan oleh Rois ‘Aam NAHDLATUL ‘ULAMA’ K.H. Abdul Wahab Chasbullah, bahwa ISLAM tidaklah dapat dipisahkan dengan soal politik sebagaimana gula tidak dapat dipisahkan dengan rasa manisnya. Dan dapatlah disini ditambahkan bahwa orang tidaklah mungkin hanya mengambil gulanya saja tanpa rasa manisnya seperti juga orang tidak mungkin bisa mengambil rasa manisnya saja tanpa mengambil gulanya. Dari sebab itu, alat yang paling tepat untuk mencapai tujuan, hanyalah memakai bentuk Partai.

Ada macam-macam orang memberikan definisi tentang arti Partai.

Ada yang mengatakan, bahwa partai adalah suatu organisasi politik yang secara demokratis memperjuangkan terbentuknya susunan masyarakat dan Negara untuk kepentingan kebahagiaan rakyat dan tanah air.

Ada yang mengartikan bahwa partai adalah suatu organisasi dari rakjat yang berdasarkan persamaan azas dan tujuanya memperjuangkan keselamatan dan kebahagiaan rakyat, tujuan mana mendatangkan bentuk dan susunan masjarakat dan Negara sesuai dengan azas yang menjadi persamaan rakyatnya.

Baik menurut definisi yang pertama maupun yang kedua, maka bentuk partai adalah merupakan alat yang paling tepat untuk menyalurkan cita-cita dan tujuan NAHDLATUL ‘ULAMA” yang bersifat besar dan jangka panjang itu, secara teratur, demokratis dan lebih mendatangkan harapan dan kemungkinan.

Oleh sebab itu kita memilih bentuk partai, sama bidang NAHDLA-TUL-‘ULAMA’ akan dapat ditampung dan disalurkan. Bukan saja bidang yang bersifat non politik tetapi juga lebih lagi yang bersifat politik (justru kedua bidang ini dalam rangka tujuan Islam tidak bisa dipisahkan).

Tetapi tidak demikian bilamana dipilih bentuk bukan partai, yang memungkinkan atau hanya memberikan kesempatan penampungan dan penyelenggaraan bidang jang hanja bersifat politik, sedangkan bidang politik tidak mendapatkan penampungannya, bahkan mungkin tidak mudah tertampung dan tersalurkan sama sekali.

  1. PRIORITAS BAGI TERSELENGGARANYA BIDANG YANG NON POLITIS.

Kita tidak menutup mata akan kenyataan timbulnyaa perasaran bahwa dalam kedudukanya sebagai partai, maka sering dirasakan bahwa penyelenggaraan bidang non politik semisal: Da’wah, Ma’arif, Mabarrot, & sebagainja kurang mendapat prioritet karena terdesak oleh lebih banyak perhatian Pengurus Partai tertuju kepada penjelenggaraan bidang politik. Ini memang tidaklah yang dimaksud oleh Partai. Kedua bidang harus diselenggarakan secara berbarengan, sama imbangnya.

Oleh sebab itu timbulah pikiran kearah hendak mengembalikan NU kedalam bentuknya yang lama, yaitu bentuk Jami’iyah (bukan partai), kalau gagasan ini bisa menjadi kenyataan, timbulah satu kemusykilan yang tidak enteng bahkan amat fundamental, yaitu: dapatlah kita mengembalikan berputarnya jarum kemajuan dari pada Revolusi Ummat Islam? Kecuali harus dijawab tidak mungkin dapat, juga memang tidaklah dibenarkan oleh cita-cita kita bersama, bahwa kita bercita-citakan TEGAKNYA HUKUM SYARI’AT ISLAM yang rupanya tidaklah terbatas di dalam kehidupan setiap orang Muslim dan masyarakat disekitarnya saja, tetapi lebih luas lagi yaitu hinggap dalam kehidupan pemerintah dan Negara.

Soalnya, bukanlah harus dititikberatkan pada bentuk partai atau bukan tetapi di dalam struktur partai haruslah diberikan dinamo-dinamo yang mempunyai kapasitas berimbang untuk menyelenggarakan bidang politik dan bukan politik, dan dalam pada itu keinsyafan para Pengurus senantiasa diawasi agar penyelenggaraan bidang non politik juga mendapat prioritas sebagai mana halnya bidang politik.