Puncak Memorial Abah: Mengenang Warisan Spiritual dan Dedikasi

0
10

Pada tanggal 1 Safar 1446 H atau 5 Agustus 2024 Masehi, Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang menggelar acara “Puncak Memorial Abah,” sebuah peringatan untuk mengenang jasa dan dedikasi Abah, Prof. Dr. Kyai H. Achmad Mudlor, SH. yang telah memberikan banyak teladan kepada santri-santri dan masyarakat. Acara ini dihadiri oleh para santri, dan ahlul ma’had (AM) yang turut memberikan petuah dan refleksi mengenai kehidupan serta warisan Abah. 

Pembacaan yasinan sekaligus tahlil haul Kyai Chamzawi yang menjadi tanda di mulainya cara.Dilanjutkan dengan sesi sharing dari tiga pembicara utama: Ustadz Syarif Hidayatullah, Ustadz Supriyanto, dan Ustadz Dr. Busro Karim S.S., M.Pd.I. 

Lebih dekat dengan sosok abah melalui beliau-beliau

Gambar 1. Ustadz Syarif. Menceritakan mengenai sosok abah yang selalu  mengutamakan santrinya

Ustadz Syarif Hidayatullah (mengabdi di Pesantren Luhur sejak 2007) membuka sesi ceramah dengan menekankan pentingnya peran guru dalam kehidupan seorang santri. Beliau mengingatkan bahwa kita tidak bisa mencapai keberhasilan tanpa bimbingan guru. “Kalau ada panggilan dari guru, harus menyempatkan waktu apapun keadaannya,” tegas Ustadz Syarif. Beliau menceritakan bagaimana Abah merupakan sosok yang sangat rajin dan berdedikasi, sering membangunkan santri untuk shalat subuh dan selalu mengutamakan waktu untuk santri meskipun dalam kondisi sibuk. Abah dikenal tidak memiliki waktu istirahat yang tetap, bahkan istirahat beliau sering kali dilakukan di dalam mobil saat perjalanan.

Ustadz Supriyanto, yang pernah mengabdi di Pesantren Luhur dari tahun 2009 hingga 2017, berbagi pengalaman tentang kedisiplinan dan kesederhanaan Abah. Beliau mengisahkan bagaimana Abah selalu rutin memeriksa kegiatan roan dan jaga malam. “Abah merupakan orang yang luar biasa tapi tetap low-profile,” ungkap Ustadz Supriyanto. Abah dengan kebiasaannya membaca buku pada jam 2 pagi, menunjukkan betapa beliau senang belajar dan selalu haus akan ilmu. Salah satu kata mutiara yang terkenal dari Abah adalah, “Kalau tidak bisa melakukan semua, jangan ditinggal semua,” mengajarkan kepada kita pentingnya konsistensi dan perjuangan dalam istiqomah beribadah. 

Ustadz Supriyanto juga menyoroti bagaimana manfaat mondok di Pesantren Luhur baru benar-benar terasa saat sudah boyong dan bermasyarakat. “Barokah mondok memang kadang terasa ketika sudah boyong. Niatkan agar mendapatkan seluruh barokahnya, dan usahakan untuk terus belajar dan berjuang di masyarakat,” pesan beliau kepada seluruh santri.

Gambar 2. Ustadz busyro Karim. Menceritakan sosok abah yang penuh inspiratif

Ustadz Busro (mengabdi di Pesantren Luhur sejak 2002) berbicara tentang bagaimana Abah menjelaskan nikmat dunia yang terdiri dari makan, minum, jima’, dan tidur. Dari semua nikmat tersebut, tidur dianggap sebagai yang paling nikmat karena nikmat tersebutlah yang diungkit dalam azan subuh. Beliau menekankan pentingnya mengenal Abah untuk bisa mencintai dan menghargai warisannya. Ustadz Busro juga mengisahkan tentang perjalanan hidup Abah yang penuh perjuangan dan keteladanan. “Agar kita dapat mencintai beliau, maka kita harus mengenal beliau terlebih dahulu,” ujar Ustadz Busro. Abah dikenal sebagai pejuang yang luar biasa karena dapat memimpin universitas, menjadi pengasuh, dan meskipun usianya sudah 70 an tahun, beliau masih sering menggunakan transportasi umum. 

Tentang kehidupan dan keteladanan Abah

Salah satu pertanyaan menarik ketika sesi tanya jawab, adalah tentang makna dari kata mutiara Abah, “Jadilah diploma yang jangan mau kalah dengan sarjana bahkan doktor.” Maksud dari perkataan Abah adalah, meskipun bergelar diploma, seseorang tidak boleh minder dan harus tetap berusaha untuk memiliki ilmu yang setara dengan mereka yang bergelar lebih tinggi ujar Ustadz Syarif. “Kita perlu untuk terus belajar karena ilmu itu diserahkan, tinggal bagaimana kita menerimanya,” ujar Ustadz Syarif.

Closing statement dari para pembicara. Ustadz Syarif mengajak seluruh santri untuk hadir dalam acara haul Abah sebagai bentuk penghormatan. “Didata para santri yang boyong lalu diundang wajib hadir saat haul. Kapan lagi bisa sowan ke Abah Mudlor,” pesan Ustadz Syarif.

Ustadz Supriyanto memberikan saran agar panitia haul mendata dan mengundang para alumni untuk berpartisipasi. Juga menekankan pentingnya untuk terus menjaga hubungan dengan para alumni dan mengajak mereka untuk mengisi acara haul dengan berbagai sudut pandang cerita yang berbeda. “Teman-teman AM yang jarang datang justru yang perlu untuk disowani,” tambah beliau.

Ustadz Busro mengingatkan pentingnya menjaga takdzim dan hormat kepada pengasuh serta berusaha maksimal untuk menjadi santri yang sejati. “Harus berusaha maksimal untuk menjadi benar-benar santri Pesantren Luhur, takdzim dan hormat kepada pengasuh. Mendapatkan keberkahan dari ilmu itu langka,” ujar beliau.

Acara ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Ustadz Busro, memohon agar segala ajaran dan teladan Abah dapat terus hidup dan memberikan berkah kepada seluruh santri dan alumni Pesantren Luhur. Para hadirin kemudian menikmati hidangan yang telah disiapkan, sambil berbincang dan saling berbagi kenangan tentang Abah. Acara “Puncak Memorial Abah” ini bukan hanya menjadi ajang mengenang jasa Abah, tetapi juga menjadi momen refleksi bagi seluruh santri dan alumni untuk terus meneladani nilai-nilai yang telah diwariskan. Semoga pesan dan inspirasi dari Abah tetap hidup dalam setiap langkah kita, memberikan cahaya dan petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari.