[Jumat, 13 Desember 2024].Ilmu bisa diperoleh di berbagai tempat, baik itu ketika mengunjungi alam, ketika bekerja, mengikuti kegiatan masyarakat, maupun hal-hal lainnya yang dapat memberi kemanfaatan serta menambah wawasan akan kayanya khazanah ilmu. Tepatnya, di Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang, terselenggaranya Muhadlarah Nadwatul Janazah merupakan sebuah simposium ihwal jenazah yang berfokus pada sub-tema tata cara shalat, memandikan, mengkafani, dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan jenazah. Kegiatan ini memberikan peluang bagi santriwan dan santriwati Pesantren Luhur serta masyarakat luar yang ikut serta hadir di simposium tersebut agar bisa mempelajari bagaimana cara menangani jenazah. Melalui narasumber Drs. Kyai Haji Badruddin Muhammad, M.H.I., yang merupakan dewan Kyai Pesantren Luhur sekaligus dosen di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, beliau memberikan berbagai wawasan mengenai penanganan pada jenazah.

Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa perwakilan ta’mir masjid dan perwakilan pesantren Se-Kelurahan Sumbersari, Kota Malang. Perwakilan tersebut berasal dari: Masjid Manarul Huda, Masjid Ta’aroful Muslimin, Masjid Al-Firdaus, PPTQ Nurul Furqon 2, Pesantren Mahasiswa Maq’ad Shiddiq, dan Pesantren Mahasiswa Al-Hamidiyyah.
Pentingnya Penanganan Jenazah
Penanganan jenazah adalah cara kita memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal. Oleh karena itu, kewajiban bagi orang yang masih hidup, termasuk keluarga dan sesama Muslim, ketika ada orang yang meninggal dunia adalah menyelesaikan hutang-hutangnya serta melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syariat.
Tata Cara Mengkafani Jenazah

Selanjutnya, beliau memberikan sebuah pemantik dari topik pembahasan kegiatan, yaitu shalat jenazah dan mengkafani jenazah. Pertama, mengkafani jenazah diperuntukkan bagi jenazah laki-laki dengan menggunakan 3 lapis kain kafan sedangkan untuk perempuan yaitu menggunakan 5 lapis dengan tambahan himar dan pakaian bagian dalam jenazah. Adapun standar diberlakukan laki-laki memakai 3 lapis kain kafan bermula ketika Rasulullah wafat. Supaya dijadikan standar dalam mengkafani jika terlalu banyak maka akan menjadi kesulitan ketika mengkafani.
Tata Cara Shalat Jenazah
Kemudian yang kedua adalah shalat. Shalat merupakan serangkaian ucapan dan gerakan yang diawali dengan takbir dan ditutup dengan salam. Namun, yang membedakan shalat biasa dengan shalat jenazah adalah tidak adanya ruku dan sujud. Di samping itu, syarat-syarat shalat fardhu sama dengan syarat-syarat shalat jenazah. Adapun rukun-rukun pada shalat jenazah adalah sebagai berikut:
- Niat bersamaan dengan Takbiratul Ihram.
- Takbir pertama yaitu membaca surat Al-Fatihah dan tidak perlu membaca doa iftitah.
- Takbir kedua yaitu membaca shalawat ibrahimiyyah:
للَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كما صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ وعلى آلِ إبْراهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كما بَاركْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ وَعَلَى آل إبراهيم في العالَمِينَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Sumber: https://jabar.nu.or.id/ubudiyah/shalawat-ibrahimiyah-lengkap-dengan-arab-arti-dan-keutamaannya-Tm27H - Takbir ketiga yaitu mendoakan Jenazah:
اللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ(لها) وَارْحَمْهُه(ها)، وَعَافِهِ(ها) وَاعْفُ عَنْهُ(ها)، وَأَكْرِمْ نُزِّلَهُ(ها) وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ(ها) وَاغْسِلْهُ(ها) بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ (ها)مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْت الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ، وَأَبْدَلَهُ(ها) دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ(ها)، وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ(ها)، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِه (ها) وَأَدْخَلَهُ(ها) الْجَنَّةَ، وَأَعَذَّهُ(ها) مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّار. - Takbir keempat yaitu salam (juga bisa ditambah dengan doa lainnya)
اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ(ها) وَلَا تَفْتِنَا بَعْدَهُ(ها)، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (ها) ورحمنا وإياه (ها) برحمتك ياارحم الرحمين.
Adapun tata cara menshalati jenazah laki-laki dan perempuan itu berbeda; ketika akan di shalati jenazah laki-laki, posisi imam berada lurus dengan kepala jenazah. Sedangkan, ketika akan di shalati jenazah perempuan, posisi imam berada di tengah lurus dengan perut jenazah.
Selain shalat jenazah adapun shalat ghaib. Shalat ghaib adalah dimana seseorang melaksanakan shalat untuk orang yang sudah meninggal, akan tetapi jenazahnya tidak hadir di tempat dimana orang tersebut melaksanakan shalat.
Studi Kasus dalam Penanganan Jenazah
Setelah beliau menjelaskan mengenai tata cara mengkafani dan menjelaskan rukun-rukun pada shalat jenazah. Beliau menerangkan beberapa studi kasus yang kerap kita pernah mendengarnya atau bahkan belum sama sekali.
- Bagaimana jika ada yang meninggal lebih dari satu, apakah perlu dishalati satu persatu?
Jawabannya tidak, sebagai contohnya jika ada korban dari ledakan bom itu tidak dishalati satu persatu, akan tetapi dishalati secara bersamaan. - Bagaimana posisi jika shalat jenazah secara bersamaan terdapat jenazah laki-laki dan perempuan?
Jawabannya posisi yang paling dekat dengan imam adalah jenazah laki-laki sedangkan jenazah perempuan berada dipaling depan (dengan dengan kiblat).
Selain itu, ketika ada seorang dari pihak laki-laki/seorang suami yang meninggal dunia. Maka, bagi seorang perempuan/istri boleh ikut menshalatinya. Tetapi, bagaimana jika istri ingin menshalati sang suami yang telah meninggal dunia, namun ia sedang dalam keadaan haid. Maka boleh sang istri menshalati sang suami yang telah meninggal dunia jika ia telah bersuci dan sang istri datang ke pemakaman sang suami untuk melaksanakan shalat jenazah.
Hal ini serupa terjadi pada saat zaman Rasulullah. Dimana ada seorang perempuan yang kemudian ia meninggal di dalam masjid, dan rasulullah sudah memberi tahu kepada para sahabat-sahabat “Jika orang itu meninggal saya di beritahu ya”. Malam pun tiba dan terdengar berita bahwa perempuan itu meninggal, para sahabat pun merasa tidak enak jika memberi tahu berita tersebut di malam hari karena takut mengganggu Rasulullah. Lalu, perempuan tersebut dimakamkan di malam hari dan besoknya Rasulullah mendatangi ke pemakaman perempuan tersebut dan melaksanakan shalat disana.
Sesi Tanya Jawab dengan Audiens

Kemudian, pada sesi Q&A para audiens sangat antusias untuk bertanya seputar pembahasan jenazah. Adapun beberapa pertanyaannya diantaranya:
-
- Bagaimana hukumnya menshalati mayit yang tubuhnya terpisah karena kecelakaan?
Jawaban: Hukum itu diberlakukan jika dalam keadaan normal. Maka, jika jenazah dalam kondisi tubuh yang terpisah-pisah akibat kecelakaan, hukum awal; memandikan jenazah, mengkafani dan menshalati itu tidak berlakukan. Jenazah cukup disholati. - Hal apakah yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan memandikan,mengkafani dan mensholati jenazah yang terkadang di hiraukan oleh masyarakat.
Jawaban: Menangani mayit bukan hanya tentang menshalati akan tetapi penting perlu diperhatikan dari cara memandikan dan mengkafani. Pada saat memandikan, jenazah harus betul-betul dipastikan terbebas dari hal-hal kotor dan najis. Jika terlambat memandikan dan jenazahnya sudah agak kaku maka dalam lipatan-lipatan badannya sulit terjangkau ketika mengkafani. Kemudian ketika dikafani, jangan sampai ada cairan yang keluar dan dipastikan jenazah dalam keadaan kering dan dihandukan, diberi kapas di tempat-tempat tertentu (Dubur, hidung, telinga, mata, mulut). Jika tidak dihanduki dan tidak kering, maka akan menjadi pertanyaan dari mana asal nya daerah yang basah ini dan membuat syak (keraguan). - Bagaimana jika ada mayit yang sudah busuk dan bagaimana cara memandikan dan mengkafaninya?
Jawaban: Lebih baik tidak usah dimandikan. Mengapa? Supaya tidak ada aib mayit yang tersebar dan orang yang memandikan mayit adalah orang yang terpercaya (Mu’taman) yang bisa menjaga rahasia. - Bagaimana hukum menangis pada saat pemulsaran jenazah seseorang?
Jawaban: Saat anak Rasulullah bernama Sayyid Qasim wafat, Rasulullah pun ikut bersedih. Dan ucap Rasulullah “Air mata merupakan tanda kasih sayang. Lalu, yang membedakan antara menangis yang bisa di kontrol dan tidak dapat dikontrol (niyahah), niyahah adalah yang menangis secara berlebihan dan seakan-akan ia tidak terima dengan kematian seseorang dan hal tersebut tidak diperbolehkan.Terdapat pula sebuah hadist yang kerap terdengar oleh masyarakat.
- Bagaimana hukumnya menshalati mayit yang tubuhnya terpisah karena kecelakaan?
ان الميت يعذب ببكاء عليه (رواه البخارى)
mengenai penjelasan dari hadist tersebut, masih banyak orang yg salah mengartikan makna “يعذب” dengan kata “disiksa”. Padahal jika ditelisik lebih dari segi nahwunya, fiil majhul (pasif) bukan hanya bermakna imbuhan di-, tetapi juga ter-. Maka berdasarkan hadist tersebut, makna yang paling tepat adalah “tersiksa”. Mengapa demikian? Sesungguhnya kematian adalah kehidupan yang indah karena orang yang sudah meninggal akan lepas dari kepenatan di dunia. Orang yang sudah berada di alam barzakh (alam antara) akan diperlihatkan kehidupan-kehidupan di dunia, diperlihatkan dosa-dosa ataupun ganjaran-ganjaran orang yang masih hidup, tanpa bisa lagi kembali melakukannya. Oleh karena itu, orang yang berada di alam barzakh senantiasa berdoa “Ya Allah, jangan engkau mengakhiri hidup mereka (manusia di dunia), sehingga Engkau memberikan hidayah terlebih dahulu pada mereka.
Melalui penjelasan dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa tangisan manusia (nihayah) atas meninggalnya seseorang hanya akan membuat tersiksa orang yang meninggal yang telah lepas dari kepenatan dunia

Muhadlarah Nadwatul Janazah memberikan panduan yang mendalam tentang tata cara penanganan jenazah. Kegiatan ini memperkuat pemahaman peserta tentang pentingnya menjalankan amanah syariat dengan benar dan penuh penghormatan.
Pelaksanaan praktek mengkafani jenazah:
https://youtube.com/live/uNgo86rAhYI?feature=share
Sumber:
- Kaifiyyatul Fiqhiyyah dengan tema “Muhadlarah Nadwatul Janazah” oleh Drs. Kyai Haji Badruddin Muhammad, M.H.I di Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang
2. والبخارى في (الجنائز) باب ما يكره من النياحة على الميت برقم (1291)
Penulis: ElSya’bani