Pagi itu sekitar pukul 10.45, kami serombongan peziarah Pesantren Luhur Malang sampai di lokasi Makam Raden Ronggowarsito. Memang unik tradisi pesantren Kami ini, Selain berziarah ke Pesarean Wali 9, Pesantren kami juga rutin mengunjungi beberapa makam tokoh Pejuang penyebar Agama Islam di tanah jawa, dan salah satu destinasi wajib ziarah tahunan ini adalah makam Randen Ngabehi Ronggowarsito. Meskipun jarang orang yang tahu siapa beliau, namun beliau adalah tokoh spiritualis Islam yang sangat berjasa dalam perkembangan Thariqot-Thoriqot di tanah jawa.
Sejenak kami menunggu dibukanya gerbang makam Ronggowarsito, kemudian Pria separuh baya menghampiri Kami, tampaknya beliau adalah juru kunci makam. Terlihat raut beliau yang kelihatan capek setelah bekerja di kebun, Namun senyum tak henti-hentinya terpancar dari wajah beliau menerima Tamu Jauh dari Malang ini. Beliau langsung paham dengan rombongan 3 bus ini. Dengan sigap beliau langsung membukakan pintu makam.
Santriwan- Santriwati langsung antusias masuk makam. Beberapa Santri dengan cepatnya langsung menuju bangunan tua besar yang terletak di tengah area pemakaman, beberapa lagi masih duduk-duduk istirahat di pendopo desa yang tepat berada di depan area makam. Terdengar cicit cicit Kelelawar liar dari bangunan tua itu. Atap depannya terlihat doyong akan roboh, mungkin gegara musim hujan yang sedang berada dipuncak-puncaknya saat ini. Anehnya masih belum ada Renovasi makam yang digalakkan baik dari Pihak pemerintah desa ataupun kota. Padahal dari latar belakang historis Raden Ng. Ronggowarsito ini memiliki jasa yang sangat besar terhadap perkembangan agama Islam di Tanah Jawa ini.
Beberapa santri yang sigap masuk bangunan tua makam sudah mempersenjatai diri mereka dengan peralatan bersih-bersih. Dengan cepatnya mereka langsung membersihkan bangunan tua itu. Membuka jendela, menyapu, membersihkan sawang-sawang di atap, menyemprotkan wewangian dan menyalakan dupa. Setelah dirasa bersih digelarlah tikar hijau dan kami pun bersiap-siap untuk membaca doa Istighotsah khas Pesantren Kami.
Biografi Raden Ngabehi Ronggowarsito III atau Bagus Burham(1802-1873 M)
Raden Ngabehi Ronggowarsito terlahir dengan nama kecil Bagus Burham. Beliau putra dari RM. Ng. Pajangsworo dan Nyai Ajeng Ronggowarsito. Sebenarnya Ronggowarsito adalah sebuah gelar, sukar untuk menemukan sumber cerita atau literatur tentang kehidupan Ronggowarsito. Namun bliau sudah meninggalkan banyak karya sastra yang masih dapat kita nikmati saat ini, antara lain Cariyos Ringgit Purwa, Bausastra Kawi atau Kamus Kawi, Sajarah Pandhawa lan Korawa, Sapta dharma, Serat Aji Pamasa Wirid Hidayat Jati, Wirid Ma’lumat Jati, Serat Sabda Jati, dan puluhan karya lain[1].
Beliau lahir pada pada 14 Maret tahun 1802 dan wafat Tahun 1873 di desa Palar dimana dia dulu dibesarkan. Ronggowarsito (Bagus Burham) tumbuh dan besar dari keluarga yang akrab dengan dunia sastra dan tulisan_sesuatu yang dianggap langka pada kala itu. Ayahnya Panjangsworo atau Ronggowarsito II yang menjadi juru tulis kerajaan. Sedangan kakeknya, Sastronagoro atau Ronggowarsito I adalah pujangga kerajaan. Sedangkan kakek buyutnya Yosodipuro I adalah seorang pujangga besar. Namanya tercatat dalam tita emas dalam sejarah kesusastraan Jawa dan bukan hanya di Surkarta, ia adalah penulis yang banyak menghasilkan karya, baik orisinal maupun adaptasi terhadap tulisan-tulisan kuno dari khazanah sastra yang ada di tanah Jawa maupun dari manca negara.
Pada usia dua belas tahun, kakeknya mengirim Bagus Burham kecil berguru ke Pesantren Gerbang Tinatar, yang ada di Tegalsari, Ponorogo. Pesantren yang diasuh oleh Kiai Kasan Besari, seorang ulama yang dikenal keluasan ilmunya. Diceritakan bahwa Bagus Burham adalah pemuda yang nakal, enggan mengaji dan tidak mau belajar, bahkan suka berjudi, hidup semau hatinya. Akhirnya Bagus Burham dimarahi dan dihardik oleh Kiai Kasan Besari. Hukuman secara terbuka ini nampaknya menimbulkan bekas tersendiri bagi Burham. Ia seakan tersinggung oleh perlakuan yang dia terima di hadapan kawan-kawannya [2]. Dengan kesadarannya, ia lalu berusaha keras untuk menebus ketinggalannya dan berjanji tidak mengulangi kesalahannya, ia juga berusaha untuk memperhatikan keadaan sekitarnya, yang pada akhirnya justru mendorongnya untuk mengejar ketinggalan dalam belajar. Dengan demikian muncul kesadaran baru untuk berbuat baik dan luhur, sesuai dengan kemampuannya[3].
Sejak saat itu, Bagus Burham belajar dengan lancar dan cepat, sehingga Kyai Imam Besari dan teman-teman Bagus Burham menjadi heran atas kemajuan Bagus Burham itu. Dalam waktu singkat, Bagus Burham mampu melebihi kawan-kawannya. Setelah di Pondok Gebang Tinatar dirasa cukup, lalu kembali ke Surakarta, dan dididik oleh neneknya sendiri, yaitu Raden Tumenggung Sastranegara [3]. Setelah itu Bagus Burham pergi mengembara dalam usaha memperluas ilmunya. Disamping untuk memperluas ilmu, Bagus Burham juga mencoba mendiskusikan kepandaiannya di berbagai tempat dengan berbagai guru yang kenamaan. Dalam pengembaraan untuk memperluas ilmunya, Bagus Burham berjalan sampai menyeberang ke pulau Bali[4]
Sekembali dari berguru, ia tinggal di Surakarta melaksanakan tugas sebagai abdi dalem keraton. Kemudian ia dianugerahi pangkat Mantri Carik dengan gelar Mas ngabehi Sarataka, pada tahun 1822. Pada zaman itu suasana politik mulai meninggi. Kebijakan-kebijakan Belanda terasa mengila. Kesengsaraan rakyat semakin menjadi. Satu tahun setelah Burham menduduki jabatan barunya, terjadi pergantian raja. Paku Buwono V wafat dan diganti oleh Paku Buwono VI yang nama aslinya Supardan, dan bergelar Sinuhun Mbangun Tapa, karena sejak muda ia suka pergi berkelana ke hutan dan gunung untuk melakukan tapa-brata.[2]
Ronggowarsito terbilang penulis produktif. Karya-karyanya sudah ada yang di cetak bahkan dicetak ulang lagi, ada pula yang masih berupa manuskrip yang berterbangan berbagai tempat. Karya-karya Ronggowarsito, sudah ada yang diterbitkan, sehingga mudah disebarkan. Di antara karya-karyanya ada juga yang tidak diberi judul. Oleh Karena itu para penerbit memberi judul yang sesuai dengan isi yang terkandumg di dalamnya. Misalnya Wirid Hidayat Jati, ada yang memberi judul Serat Wirid ada pula yang member judul Hidayat Jati Karena dia adalah seorang pujangga istana, maka karya-karyanya banyak dipersembahkan kepada raja. Ronggowarsito adalah pujangga yang banyak dikagumi para pencinta kepustakaan Jawa, maka banyak pula yang menyebar di tenggah-tenggah masyarakat. Dalam perpustakaan musium Sanabudaya Yogyakarta banyak terdapat hasil karya Ronggowarsito [4]
Salah satu cuplikan karya sastra tembang “Sinom” dalam “Serat Kalatido” bab.8, seperti di bawah ini [3]:
Amenangi jaman edan ewuh aya ing pambudi
melu edan ora tahan
yen tan melu anglakoni boya kaduman melik
kaliren wekasanipun
Dillalah karsaning Allah
Sakbeja-bejane wong kang lali
luwih beja kang eling lan waspada..
Apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia kurang lebih berbunyi :
Mengalami jaman gila, serba repot dalam bertindak,
ikut gila tidak tahan
jika tidak ikut berbuat gila tidak memperoleh bagian hak milik,
akhirnya menjadi ketaparan.
Namun dari kehendak Allah,
seuntung untungnya orang yang lupa diri,
masih lebih babagia orang yang ingat dan waspada.
Pendiri Pesantren Luhur yakni Abah Mudlor juga memiliki hubungan dengan sastrawan, budayawan dan tokoh teologi tanah jawa ini. Beliau Abah Mudlor pernah meneliti Tokoh Kharismatik ini, dengan bimbingan Guru Beliau yakni Prof. Khoesnoe, guna Tema Disertasi yang akan beliau pilih disamping judul Analisis Transendental Tentang Jin Menurut Al-Quran dan Pengaruhnya Terhadap SDM. Namun beliau lebih memilih Tema Analisis Trasendental Tentang jin tersebut dibanding dengan tema Ronggowarsito, namun usaha dalam telusur literatur dan studi mendalam tentang Tokoh Ronggowarsito sangat berkesan bagi Abah Mudlor, sehingga salah satu cucu beliau dianugerahi Nama tokoh ini “Gus Ahmada Rangga Warsita” yang merupakan Putra dari Putra Abah “”Gus Muhammad Danial Farafish, SH. M. Hum”
DAFTAR PUSTAKA
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Rangga_Warsita
[2] Norma A. 1998. Zaman Edan Ronggowarsito. Yayasan Bentang Budaya : Yogyakarta
[3] https://karatonsurakarta.com/ronggowarsito/
[4] Simuh. 1988. Mistik Islam Kejawen. UI Press : Jakarta
Penulis : Mohammad Syarifuddin A. M.
Turut prihatin atas berita bilamana kondisi bangunan makam R.Ng Ranggawarsito tifak terawat dgn baik.
Beliau adalah orang besar yg tidak hanya sbg budayawan, juga seorang pensyiar ajaran Rasulullah SAW.
Juga seorang pejuang rakyat jelata yg selalu melawan penjajahan belanda dg sastra dan bersuara melalui surat kabar hingga beliau di penjara hingga tiba ajalnya.
Oleh karena menghormati perjuangan beliau, Bung Karno menobatkan dg membangun patung Ranggawarsito yg terletak di dpn museum Surakarta, Solo.
Sungguh beruntung sekali bagi yg telah berziarah ke makam Ranggawarsito.
Keberkahan bagi mereka yg sebanyak2nya. Amin….
links
kejwsximn yptpc icougac svix vinplaizbbebqic