Tahjizul Janazah adalah mengurus atau merawat seseorang yang telah meninggal. Hukumnya sendiri merupakan Fardlu kifayah. Artinya, kewajiban yang diwajibkan kepada semua kaum namun apabila salah satu orang sudah melaksanakan kewajiban tersebut, maka gugurlah kewajiban yang lainnya. Dalam praktiknya, tahjizul janazah terdiri dari empat tahapan, diantaranya adalah memandikan jenazah, mengkafani jenazah, mensholatkan jenazah, dan menguburkan jenazah.
A. Memandikan Jenazah
Hukum memandikan jenazah adalah wajib bagi setiap mayit muslim kecuali mereka mati dalam peperangan. Maka, orang yang seperti ini dihukumi syahid dunia akhirat. Ia tidak wajib dimandikan dan dikuburkan bersama baju perangnya. Adapun perlengkapan yang digunakan untuk memandikan jenazah adalah tempat memandikan dengan syarat harus suci, bersih, dan tertutup, air mutlaq yang mengalir, bak atau baskom, sabun mandi, shampo, cotton bud, handuk, kain jarik, dan kamper serbuk.
Orang yang memandikan jenazah haruslah muslim, berakal, amanah, ‘alim atau mengerti tata cara memandikan jenazah, dan merahasiakan aib jenazah. Jenazah laki-laki sebaiknya dimandikan oleh sesama laki-laki, begitu pula jenazah perempan. Namun, diperbolehkan juga dimandikan oleh saudaranya atau mahramnya seperti orang tua dan anak. Lalu bagaimana dengan suami istri? Seorang istri diperbolehkan memandikan suaminya yang telah meninggal sementara suami tidak diperbolehkan memandikan suaminya. Hal ini disebabkan adanya talaq yang jatuh secara otomatis akibat kematian salah satu pihak. Istri diperbolehkan karena ia memiliki masa iddah, sementara suami tidak memiliki masa iddah sehingga tidak diperbolehkan memandikan sang istri.
Tata cara memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
- Mayat diletakan ditempat yang tinggi, seperti ranjang atau balai-balai; dan tidak ada orang yang masuk ke tempat itu selain orang yang memandikan dan orang yang menolong mengurus keperluan yang bersangkutan.
- Pakaian mayat diganti dengan kain mandi atau basahan, sebaiknya kain sarung supaya auratnya tidak mudah terlihat.
- Mula-mula jenazah didudukan secara lemah lembut dengan posisi miring ke belakang. Orang yang memandikan meletakan tangan kanannya di bahu jenazah dengan ibu jarinya pada lekukan tengkuk dan lututnya menahan punggung jenazah.
- Perut jenazah diurut dengan tangan kiri untuk mengeluarkan kotoran yang mungkin keluar.
- Jenazah ditelentangkan dan kedua kemaluannya dibersihkan dengan tangan kiri yang dibalut kain perca.
- Setelah perca pembalut tangan diganti, mulut, gigi, dan lubang hidung juga dibersihkan.
- Jenazah diwudhukan seperti wudhu orang hidup.
- Kepala dan jenggot dibasuh dengan air yang di campur sidr, lalu dirapikan dengan sisir sambil memperhatikan rambut sekitarnya ada yang gugur maka dikembalikan.
- Badan bagian kanan dan kiri dibasuh, tubuhnya dibaringkan ke kiri dan dibasuh bagian belakang sebelah kanan.
- Setelah itu, dibaringkan ke sebelah kanan dan dibasuh pula belakang badannya yang sebelah kiri. Untuk semua pembasuhan ini digunakan air dicampur dengan sidr. Setelah semuanya selesai, air yang bercampur sidr tadi dihilangkan dengan menyiramnya secara merata dengan air bersih. Kemudian, disiram sekali lagi dengan air bercampur kapur. Apabila setelah dibersihkan masih mengeluarkan najis, najis itu wajib dibersihkan kembali namun tidak wajib diwudlukan kembali begitu juga apabila disentuh oleh lawan jenis yang bukan mahramnya.
B. Mengkafani Jenazah
Perlengkapan yang harus dipersiapkan sebelum mengkafani jenazah adalah kain kafan, tikar pandan, kapas, Eau De Cologne, minyak putri duyung, dan kamfer serbuk. Mengenai kain kafan yang digunakan, hukumnya fardlu kifayah mengkafani dengan sesuatu yang dapat menutup seluruh badannya meskipun hanya dengan satu baju. Namun, sebaiknya menggunakan kain kafan yang suci, bersih, cukup tebal, ukurannya mencukupi, berkualitas sedang, serta tidak berlebihan baik dalam kualitas maupun ukuran. Perlu diperhatikan bahwa dalam mengkafani jenazah, kain yang digunakan harus bagus, suci, dan menutp seluruh badan jenazah, dianjurkan berwarna putih, diolesi dengan minyak/wewangian, serta menggunakan 3 lapis untuk laki-laki, dan 5 lapis untuk perempuan.
كُفِنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فِي ثَلاَثَةِ أَثوَابٍ بِيضٍ سُحُولِيَةٍ جُدَدٍ لَيسَ فِيهَا قَمِيصً وَلا عَمَامَةً (رواه الجماعة)
Artinya: Rasulullah dikafani dengan tiga helai kain putih mulus yang baru tanpa kemeja dan sorban.
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
- Mengukur Kain Kafan
- Oleskan minyak wangi pada tubuh mayit & yang dianjurkan pada tujuh anggota sujud (kening, lutut, telapak kaki, telapak tangan, hidung) dan di sela-sela persendian.
- Lalu ambil ujung kain yang pertama (paling bawah/dalam) arah kanan kemudian lipat ke sebelah kiri secara bersamaan mulai dari kaki hingga kepala. Setelah itu pegang ujungnya dengan kuat dan lipat atau putar. Lalu pegang lipatan ujung kain dengan tangan kiri, lalu ambil kain yang kedua dan lakukan seperti yang pertama, begitu juga dengan yang ketiga.
- Ikat dengan kuat dan jadikan ikatannya di sebelah sisi kiri mayit. Selimuti mayit yang telah dikafani agar benar-benar tertutup dan terjaga sebelum dikuburkan.
- Menshalati Jenazah
Berikut adalah skema penataan kain kafan untuk jenazah
Adapun ukuran kain kafan adalah sebagai berikut:
- Panjang : ukur panjang mayit dengan meteran dari mulai ujung kepala hingga ujung kaki dengan melebihkannya kira-kira 60cm. penambahan kain disesuaikan agar dapat mengikat ujung kepala hingga ujung kaki;
- Lebar : ukur lebar mayit mulai dari ujung bahu kanan mayit hingga ujung kiri, kemudian hasil pengukuran dikalikan tiga.
- Letakkan lipatan kain pertama pada bagian kepala dilebihkan kira-kira 40cm dan bagian kaki 20cm.
- Letakkan lipatan kedua dan ketiga di atas lipatan yang pertama dengan cara serupa, lalu tambahkan kapas di atasnya.
- Kain kafan yang telah siap kemudian ditaburi wewangian dan kapur barus. Kemudian letakkan mayit di atasnya dengan hati-hati dan tetap menjaga auratnya.
Sama seperti merawat jenazah, hukum mengkafani jenazah adalah fardhu kifayah. Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang mengantar jenazah dan menyalatinya, maka baginya satu qirath. Dan barang siapa mengantar jenazah sampai selesai proses pemakamannya, maka baginya dua qirath.”
C. Menshalati Jenazah
Syarat sholat jenazah sama dengan syarat shalat fardhu. Yang membedakan antara keduanya adalah bahwa shalat jenazah tidak terikat waktu. Adapun rukun sholat jenazah adalah:
- Niat,
Niat untuk menshalati jenazah adalah:
اصلى على هـذ الميت أربع تكبيراة فَرضُ كِفَايَةٍ ماموما الله تعالى (untuk mayit laki-laki)
اصلى على هـذه الميتة أربع تكبيراة فَرضُ كِفَايَةٍ ماموما الله تعالى (untuk mayit perempuan)
- Berdiri bagi yang mampu
- Takbir sebanyak empat kali
- Membaca Al-Fatihah dengan suara lirih
- Membaca sholawat kepada Rasulullah SAW,
- Do’a kepada mayat
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ، وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزِّلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْت الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ، وَأَبْدَلَهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِه وَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ، وَأَعَذَّهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّار
{ HR Muslim }
- Membaca do’a setelah takbir ke empat
اللَّهُمَّ اغْفِرْلِحِيّنَاوِمَيَّتَنَا وَصَغِيرَنَا وَكَبِيرَنَا وَذَكِّرْنَا أُنْثَانًا، وَشَاهِدْ نَا وَغَائِبِنَا, اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنّا فَأَحْيِهِ عَلَى الِاسْلَامِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنّا فَتَوَفّهْ عَلَى الِايِّمَانِ اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا اجْرَهُ ، وَلَاتَّفَتِنَّا بَعْدَهُ
{ HR Tirmidzi & Abu Dawud}
- Salam
Adapun tata cara menshalati jenazah adalah sebagai berikut:
- Letakkan jenazah di hadapan imam. Imam berdiri di hadapan kepala mayit jika mayit itu laki-laki. Jika mayitnya perempuan, maka imam berdiri di tengah-tengah mayit. Kemudian makmum berdiri di belakang imam.
- Imam bertakbiratul ihram diikuti makmum.
- Berta’awudz, membaca basmallah, tidak membaca do’a iftitah, membaca al-fatihah. Semuanya di baca lirih.
- Takbir ke dua seraya mengangkat tangan kemudian membaca shalawat.
- Kemudian takbir ketiga sambil mengangkat tangan dan bedoa untuk mayit.
- Takbir terakhir lalu salam.
- Menguburkan Jenazah

D. Menguburkan Jenazah
Menguburkan jenazah boleh dilaksanakan di malam hari setelah semua rangkaian kepengurusan jenazah selesai dilaksanakan. Terdapat dua jenis galian untuk menguburkan jenazah, yaitu lahat dan cepuri. Perbedaan diantara keduanya adalah terletak pada cekungannya. Lahat memiliki cekungan yang berada di dinding kuburan bagian kanan bawah, sementara cepuri memiliki cekungan yang berada di tengah-tengah bagian dasar lubang galian. Adapun jenis lubang galian ini disesuaikan dengan kondisi tanah di tempat masing-masing.
Dalam membawa jenazah ke tempat pemakaman ada tata caranya. Pertama, letakkan mayit diatas keranda dengan posisi terlentang. Kedua, tutup dengan selimut atau kain. Keranda mayit wanita disunnahkan ditutup dengan kubah atau kayu agar lekuk tubuhnya tetap terjaga dari pandangan manusia. Ketiga, disunnahkan ada empat orang yang membawa keranda. Dan terakhir, disunnahkan bersegera dalam berjalan. Adapun tata cara menguburkan jenazah adalah:
- Memasukkan mayit ke dalam kubur boleh kepala ataupun kaki terlebih dahulu.
- Yang memasukkan mayit ke dalam kubur adalah laki-laki. Yang diberi wasiat untuk itu. Bila mayit tidak berwasiat, maka kerabat dekatnya.
- Bila memasukkan mayit wanita, maka kuburnya ditutup.
- Letakkan mayit perlahan dengan berbaring di sisi lambung kanannya, karena dia menyerupai orang tidur yang menghadap ke kiblat.
- Buka ikatan kain kafannya dengan tanpa membuka wajahnya.
- Dekatkan dan masukkan mayit ke liang lahat, kemudian tahan dengan batu atau tanah di depannya dan di pertengahan punggungnya agar mayit tidak terbalik. Tutup lahat dengan kayu. Tutup bagian yang kosong antara kayu dengan tanah liat agar mayit tidak kejatuhan tanah saat dikubur
- Masukkan tanah ke dalam kubur dan tinggikan dari atas permukaan tanah sejengkal lalu dibentuk seperti punuk.
- Perciki kubur dengan air kemudian taburi kerikil agar kubur tidak terbawa angin dan aliran air. Tandai dengan kayu atau batu (sekarang umumnya menggunakan batu nisan) pada bagian kepala.
- Setelah itu berdoa/talqin untuk mayit.
- Tidak diperbolehkan duduk, bersandar dan melangkahi makam. Tempat yang lebih utama untuk memakamkan jenazah ialah di tempat pemakaman kaum muslimin. Karena dengan begitu, orang yang masih hidup tidak terganggu dengannya dan juga seakan-akan jenazah tersebut berada di tempat yang semestinya, ia lebih banyak mendapatkan doa.
Penulis: far
Sumber: Kayfiyatul Fiqhiyah dengan tema “Tata Cara Mengurus Jenazah” oleh Drs. Kyai Chamzawi, M.H.I di Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang
Качественные WordPress ссылки в комментариях от 5000 уник. доменов заказать здесь .